Rabu, 03 September 2014

Orja Godang di Chemor-Malaya


Denyut Kehidupan Halak Mandailing di Malaysia



Perjalanan kami ke Perak bermula dari undangan seorang kerabat. Belakangan kerabat itu saya ketahui sebagai saudara tiga pupu. Ompung (nenek dan kakek) kami saudara sepupu, ayah dan ibu kami dua pupu. Dan kami satu moyang.
Kerabat ini menikahkan salah seorang anak lelakinya. Ia orang Mandailing yang berasal dari Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Puluhan tahun telah ia tinggalkan tanah kelahirannya untuk merantau ke Tanah Melayu. Asam garam perantauan telah banyak dilaluinya. Kini bisa dikatakan ia orang yang berhasil di perantauan.
Saya memanggilnya Bang Abduh. Lubis marganya. Di Kotanopan, Bang Abduh termasuk salah seorang keturunan raja. Untuk itu, pesta putranya pun ia persiapkan mengikut adat Mandailing.
Bang Abduh Lubis ini aktif di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan darah bangsawan yang melekat pada dirinya. Ia dianggap sebagai tokoh Mandailing di Negeri Perak. Ia tinggal di Chemor.
Chemor merupakan salah satu daerah yang banyak dihuni orang-orang Mandailing di Perak. Dahulu mantan wakil presiden Indonesia,  Adam Malik, sering bermain ke sini di masa kecilnya. Ketika ada tugas kenegaraan ke Malaysia pun ia selalu sempatkan untuk singgah. Ibunya, Siti Salamah Deto, berasal dari Chemor.
Tak tanggung-tanggung, Bang Abduh pun mengundang saudara-saudaranya dari Medan, Jakarta dan Mandailing Natal. Semuanya 35 orang. Seandainya mereka satu pesawat, seperempat badan pesawat itu isinya saudara Bang Abduh.
Pesta di gedung dibuat pada hari Minggu, 22 Juni 2014. Ensambel gordang sambilan ditampilkan di pintu masuk gedung. Tapi sejak hari Sabtu tim keseniangordang sambilan sudah menghibur tamu-tamu Bang Abduh dari Indonesia. Semalam suntuk mereka manortor (tarian tradisional Mandailing, Angkola, Toba, Simalungun) bersama di rumahnya.
Kesenian gordang sambilan terdiri dari empat orang penabuh sembilan gendang, 12 gadis penari tortor dan seorang peniup seruling merangkap penyanyi yang biasa disebut par onang-onang. Lagi ada 4 orang penabuh gong besar dan kecil. Mereka semua keturunan Mandailing yang meneruskan tradisinya di Tanah Melayu. Sebagian besar sudah menjadi warga negara Malaysia. Tim kesenian ini khusus didatangkan dari Kuala Lumpur ke Chemor dengan 1 truk dan sebuah bus.
Menabuh gordang sambilan.
Menabuh gordang sambilan.
Gendang ditabuh. Terlihat ada di antara hadirin matanya berkaca-kaca. Agaknya ia terngiang akan tanah leluhurnya. Par onang-onang dengan suaranya yang berat mulai melantunkan bait demi bait lagunya. Isinya nasihat perkawinan dan kisah kehidupan kerabat-keluarga yang saling bahu membahu untuk saling memuliakan. Sesekali ia meniup serulingnya, bernyanyi dan meniup lagi.
Pengantin berdiri. Pengantin wanita menari di depan dengan gerakan yang lembut, tetap di satu tempat. Suaminya manortor dan berputar perlahan dari belakang ke depan sambil mengepakkan sayap ulos di pundaknya. Seperti sebuah simbol, biarkan aku yang keluar, engkau tetaplah di rumah menjaga segala yang kita punya. Kemanapun aku pergi, hatiku tetap bersamamu. Tekadku sudah bulat, akan melindungi hidupmu sepanjang hayatku.
Mangulosi.
Mangulosi.
Dayang-dayang 12 penari tortor,  gadis Melayu nan cantik bertudung dan berulos pun menari mengikuti rentak pengantin. Semakin lama rentaknya semakin laju. Penabuh gendang tambah semangat.
Penabuh 9 gendang ini 4 orang. Tiga penabuh tak banyak goyang. Penabuh paling ujung mulai beraksi goyang ke kanan dan kiri. Dialah pemimpin rentak gendang. Kalau dia menabuh kuat dan laju, yang lain pun menyesuaikan iramanya. Ia bisa berhenti kapan ia suka. Bisa saja tiba-tiba ia diam beberapa saat. Berdiri seperti patung dengan satu kaki dan satu tangan diangkat. Mata terpejam. Ketika menabuh lagi, irama gendang tak rusak. Tetap enak didengar. Rentak gendang itu seolah-olah telah menyatu dalam dirinya.
Seperti punya daya magis, tabuhan gendang membuat kaki penonton bergoyang. Jari-jari tangan membuka dan menutup mengikuti tortor pengantin. Par onang-onang semakin syahdu suaranya. Sebagian hadirin tak mampu membendung airmata. Sepertinya ia sedang menyesal, kenapa dulu kawin tidak pakai gordang sambilan.
Bang Abduh berbisik kepadaku. “Kalau bukan karena keturunan raja, aku tak berani membuatnya.” Bagi orang Mandailing tak semua kalangan boleh pesta menggunakan tradisi lengkap dengan gordang sambilan.
Selepas berbisik, ia larut dalam goyangan tortor meng-ulosi menantunya. Agaknya ia sudah biasa, lentur badannya waktu manortor. Lenggok tubuhnya tak kaku mengikuti rentak tabuhan sembilan gendang. Penabuh bertambah semangat melihat dia manortor.
Mangulosi adalah tarian memakaikan kain ulos kepada menantu baru, sebagai tanda kebesaran hati diterimanya sang menantu sebagai keluarga baru. Seperti sebuah isyarat; bukan hanya putraku. Aku dan seluruh keluargaku akan menjaga kehormatanmu, selagi engkau berada bersama kami. Hadirin gegap gempita menyambutnya dengan teriakan:
Horas…horas…horas…” (selamat, selamat, selamat).
***
Gadis Padang Sidempuan manortor di KL, Malaysia.
Gadis Padang Sidempuan manortor di KL, Malaysia.
Orang Mandailing diperkirakan sampai ke Tanah Melayu lebih dari 200 tahun silam. Komunitasnya banyak tersebar di Negeri Perak, Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur.
Di Perak, mereka tinggal di daerah Batu Kurau, Ayer Keroh, Taiping dan Chemor. Di Negeri Sembilan terdapat daerah yang namanya Jelebu, Kampung Kerangai. Konon bekas gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, sudah sampai ke sini.
Saya pernah menghadiri acara rumah terbuka orang-orang Mandailing di Kampung Kerangai ini. Di situlah pertama kali saya lihat di Tanah Melayu ini semua orang–baik anak-anak maupun dewasa–berbahasa Mandailing. Suasana kampungnya pun mirip kampung-kampung di Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Banyak rumah panggung, di bawahnya mereka beternak ayam. Jamuan favorit mereka bulung gadung atau daun ubi tumbuk dan rendang yang dimakan dengan lemang. Kedatangan tamu-tamu terhormat disambut dengan ulos dan tortor.
foto lama
Di Selangor, orang-orang Mandailing banyak terdapat di daerah Hulu Langat. Dahulu seorang hulubalang Sultan Selangor di Hulu Langat adalah orang Mandailing. Dia orang terawal yang membuka kawasan itu menjadi sebuah perkampungan. Namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah sekolah di Hulu Langat, Sekolah Kebangsaan Abdul Jalil. Kini Hulu Langat terus berkembang menuju daerah wisata andalan.

Di Perak, seorang Mandailing bernama Datuk Setia Raja bin Bendahara Raja pernah dipercaya Sultan sebagai Ketua Mandailing. Ia hidup di abad 18. Dalam lawatan saya ke Lost World of Tambun, Ipoh, tertulis kaum Mandailing banyak bekerja sebagai penambang timah di Lembah Kinta. Mereka dipakai karena seni dan kepakarannya dalam mendulang dan mencuci timah.
Adik kandung ompung (nenek) saya sendiri sudah sampai ke Malaysia pada kurun 1930-an. Jauh sebelum Malaysia mencapai kemerdekaannya. Namanya Muhammad Jamil Lubis. Ia harus rela meninggalkan kampungnya di Hutadangka, Kecamatan Kotanopan, Sumatera Utara, setelah bergabung dengan gerakan gerilya melawan Belanda.
Ia diburu. Hampir setiap hari tentara Belanda masuk ke kampung dan menggerebek Bagas Godang Hutadangka, tempat tinggalnya. Bagas godang ini ibarat istana di kampung. Di sinilah tempat masyarakat berkumpul dan berembuk bila ada persoalan. Setiap hari Jumat dibagi-bagikan daging gratis bagi penduduk dari tempat ini.
Hampir saja bagas godang dibakar. Nyawanya terancam, lalu nekat menyeberang Selat Melaka dengan perahu kecil. Tiba di Klang, ia melanjutkan perjalanan ke Kuantan, Pahang. Menyunting gadis tempatan dan menikahinya di sana.
Agaknya mata-mata Inggris sudah mencium jejaknya. Tak ingin kepentingannya terganggu, Ompung Jamil ditawari bergabung sebagai tentara Inggris Malaya. Ia bertugas mengamankan Kuantan. Awalnya ia ragu. Tapi nalurinya berkata kalau ia bergabung, mungkin bisa menyerang kembali Belanda di kampungnya.
Orangnya tinggi besar dan gagah. Bila bicara, suara bas-nya membahana. Banyak orang segan padanya. Kalau masuk pasar dan patroli, orang tak berani menatap matanya. Bila terlanjur menatap, mereka akan segera menundukkan pandangannya. Yang melihat sosoknya dari kejauhan, akan pergi berbalik arah.
Begitupun, Ompung Jamil ini tetap rendah hati. Berbagai bintang penghargaan tentara Inggris Malaya telah tersemat di dadanya. Setelah kemerdekaan, ia memilih jalan sebagai pengusaha. Selepas konfrontasi Indonesia-Malaysia, setahun sekali ia pulang ke tanah leluhurnya. Ia tidur di Bagas Godang Hutadangka, tempat ia dilahirkan dan sejarah hidupnya bermula.
mmexport1394495159034_resized
Kepulangannya selalu dinanti-nanti warga kampung. Mulai dari senior, rekan sebaya hingga dua generasi di bawahnya akan kebagian oleh-oleh. Baik yang masih berhubungan darah maupun tetangga. Tentu saja kami cucu-cucunya di Medan senang sekali dengan kedatangannya. Biasanya sebulan sebelum tiba, ia menyuratiinang (ibu)-ku. Inang akan membalas suratnya setelah menanyakan oleh-oleh apa yang kami inginkan. Memang begitu pesannya. Kami bebas meminta apa saja darinya. Kebiasaan ini menular ke anaknya yang sudah menjadi warga Malaysia. Melaluinya-lah persaudaraan kami dengan anak, cucu dan cicitnya di Kuantan tetap terjalin hingga kini.

Kini sudah banyak keturunan Mandailing yang menduduki posisi penting sebagai pejabat negara di Malaysia. Di antaranya Tan Sri Muhammad Thaib, bekas menteri besar (gubernur) Selangor. Mantan panglima angkatan laut Malaysia, Laksamana Madya Datuk Muhammad Zain Salleh, juga keturunan Mandailing. Seorang artis film Malaysia selalu bangga melekatkan marga di belakang namanya, Dato’ Tamimi Siregar.
***
Halak Mandailing Malaysia (HMM) adalah organisasi Mandailing yang diakui oleh Kerajaan Malaysia. Tahun 2012 di awal penubuhannya, organisasi ini berhasrat ingin melestarikan adat dan budaya Mandailing di Tanah Melayu.
Mereka menggandeng Menteri Penerangan, Komunikasi dan Budaya Malaysia pada waktu itu, bersama-sama mendaftarkan warisan kesenian Mandailing sebagai warisan yang patut dilindungi kerajaan. Poin yang penting adalah melestarikan taritortor dan gordang sambilan Mandailing. Tujuannya agar Kerajaan Malaysia mengambil perhatian kesenian ini supaya sejajar dengan kesenian lain yang ada di Malaysia seperti China, India, Jawa dan Bugis. Mereka berharap kelak kerajaan menjadikannya sebagai kesenian resmi untuk ditampilkan di acara-acara kenegaraan. Lebih jauh lagi berusaha memperkenalkannya ke dunia internasional. Bukan kesenian yang hanya ditampilkan di belakang rumah.
Tentu saja mereka tidak melupakan asal-usul kesenian itu. Disebutkan dalam isinya bahwa kesenian ini berasal dari Sumatera Utara. Baru sehari berita ini dikabarkan media, berbagai gelombang protes telah terjadi di Indonesia. Sejumlah seniman dan budayawan yang reaktif berkumpul di Taman Budaya Sumatera Utara, dan menuding Malaysia kembali mengklaim budaya Indonesia sebagai milik mereka. Tapi mereka tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi, dan mereka gagal membaca misi kebudayaan mereka sendiri, yaitu menyebarkan nilai-nilainya sejauh mungkin di dunia.
Sebelum menteri mengumumkannya, HMM lebih dulu berinisiatif mengunjungi tanah leluhurnya di Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Sebanyak 187 orang turut serta. Dalam misi itu mereka bertemu dengan pemerintah setempat dan ketua-ketua adat Mandailing di sana. Niat baik mereka mendapat dukungan dari raja-raja Mandailing Sumatera Utara.
Dalam usahanya melestarikan budaya yang turun temurun dibawa leluhurnya, HMM tak berhenti hanya di situ. Mereka terus berupaya memperkenalkan tradisi Mandailing kepada generasi mudanya. Selain mengamalkan bahasa dan kesenian Mandailing, makanan juga menjadi perhatian. Dalam salah satu acara rumah terbuka di Perak, mereka mendatangkan tukang masak daun ubi tumbuk khusus dari Hutapungkut,  Mandailing Natal.
Biasanya majelis rumah terbuka mereka adakan pada hari raya. Waktu dibuat di KL, mereka mendatangkan penari tortor dan penabuh gordang sambilan langsung dari Padang Sidempuan.
Setahun kemudian perjuangan Halak Mandailing Malaysia membuahkan hasil. Hasilnya untuk halak Mandailing Indonesia. Pertama kalinya dalam sejarah, sambutan kemerdekaan Indonesia tahun 2013 di Istana Negara Jakarta, dimeriahkan dengan penampilan gordang sambilan dan tortor sebagai acara terdepan. Di hadapan tamu-tamu terhormat antarabangsa, presiden bangga berjalan dengan selempang ulos.
***
Di ibunegara, Kuala Lumpur. Seorang tokoh Mandailing asal Sidempuan tengah mencapai puncak kejayaannya. Namanya Khairuddin Harahap. Ia pengusaha, tokoh masyarakat Indonesia di Malaysia dan aktif membantu TKI yang bermasalah. Dalam kantornya di pusat ibukota, terpampang ulos dan foto kawin orangtuanya. Foto hitam putih itu sepasang pengantin yang menggunakan bulang, pakaian pengantin tradisi Mandailing. Juga ada sekeping kertas berbingkai menggambarkan silsilah keluarganya. Orang Mandailing menyebut silsilah ini dengan tarombo.
Ia memiliki beberapa syarikat. Salah satu nama syarikat yang dibuatnya diambil dari Bahasa Mandailing, Angkola Travel Sdn Bhd. “Bagaimanapun tradisi ini harus diturunkan. Saya tak ingin anak cucuku tumbuh tak mengenal adat leluhurnya. Ini jati diri. Setinggi apapun pencapaian kita di muka bumi ini, kalau tak punya jati diri maka kita akan lemah,” ujarnya.
***
(Danil Junaidy Daulay)
Danil Junaidy Daulay adalah mantan atlit renang dan aktivis pers kampus di Medan. Kini ia tinggal bersama istri dan dua anak lelakinya di KL, Malaysia, dan bekerja sebagai instruktur renang.

========================
sumber: http://sumateraandbeyond.com/2014/06/denyut-kehidupan-halak-mandailing-di-malaysia/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar