HOLING DI JAWA DAN SUMATRA ?
Menurut sebuah sumber (http://lintasbacaplus.blogspot.com/2011/12/kerajaan-holing.html),
pada abad ke 7 di Jawa Tengah Utara
sudah berdiri satu kerajaan bernama Holing, yang
bercorak Budha yang diperintah seorang raja putri bernama Ratu Shima.
Berdasarkan sumber sejarah Cina, I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan pembantunya bernama Yunki pergi ke Holing pada tahun 664/665 M untuk mempelajari ajaran agama Budha.
Ia juga menterjemahkan kitab suci agama Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Dalam menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh pendeta agama Budha dari Holing
yang bernama Jnanabhadra. Menurut
keterangan dari Dinasti Sung, kitab
yang diterjemahkan oleh Hui-Ning adalah bagian terakhir kitab Parinirvana yang mengisahkan tentang
pembukaan jenazah Sang Budha. Sedangkan cerita Cina pada zaman Dinasti
Tang (618 M – 906 M) memberikan keterangan tentang Ho-ling sebagai berikut: (1)
Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di
sebelah timurnya terletak Pulau Bali dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera;
(2) Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh
tembok yang terbuat dari tonggak kayu; (3) Raja tinggal di suatu bangunan besar
bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading; (4) Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai
membuat minuman keras dari bunga kelapa; dan (5) Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak
dan gading gajah.
Ada 2 (dua) penafsiran tentang awal
terbentuknya kerajaan Holing, yaitu:
Pertama, hipotesis tentang Kerajaan Mandala Holing.Di
Simangambat (Mandailing) terdapat reruntuhan Candi Siwa (Hindu) dari abad ke-8.
Candi tersebut jauh lebih tua dari candi-candi di Portibi (Padang Lawas) yang
menurut perkiraan para pakar dibangun pada abad ke-11. Dengan adanya candi ini
bisa menimbulkan pertanyaan mengapa dan kapan ummat Hindu (orang Hindu) dari
India datang ke Mandailing yang terletak di Sumatera yang mereka namakan Swarna
Dwipa (Pulau Emas).
Besar
kemungkinan orang Hindu datang ke Mandailing yang terletak di Swarna Dwipa adalah
untuk mencari emas. Dalam sejarah India, terdapat keterangan yang menyebutkan
bahwa sekitar abad pertama Masehi pasokan emas ke India yang didatangkan dari
Asia Tengah terhenti. Karena di Asia Tengah terjadi berbagai peperangan. Oleh
karena itu kerajaan-kerajaan yang terdapat di India berusaha mendapatkan emas
dari tempat lain yaitu dari Sumatera/Swarna Dwipa. Dalam hubungan ini kita
mengerti bahwa di wilayah Mandailing yang pada masa lalu hingga kini di
dalamnya termasuk kawasan Pasaman terdapat banyak emas. Bukti-bukti mengenai
hal ini banyak sekali. Jadi besar sekali kemungkinan bahwa tempat yang dituju
oleh orang Hindu dari India untuk mencari emas di Swarna Dwipa adalah daerah
Mandailing. Pada masa daerah ini belum bernama Mandailing. Entah apa namanya
kita tidak mengetahuinya.
Orang
Hindu yang datang ke wilayah Mandailing adalah yang berasal dari negeri atau
Kerajaan Kalingga di India. Oleh karena itu mereka disebut orang Holing atau orang
Koling (dalam Bahasa Mandailing disebut Alak Koling). Ada
kemungkinan mereka masuk dari daerah Singkuang.
Karena Singkuang yang merupakan tempat bermuaranya Sungai Batang Gadis cukup terkenal sebagai pelabuhan. Itulah
sebabnya tempat tersebut dinamakan Singkuan oleh pedagang Cina yang berarti harapan
baru. Karena melalui pelabuhan ini mereka biasa memperoleh berbagai barang
dagangan yang penting yang berasal dari Sumatera seperti damar, gitan, gading dan
sebagainya.
Menurut
dugaan setelah orang Holing/Koling tiba di Singkuang, selanjutnya mereka
menyusuri Sungai Batang Gadis ke arah hulunya. Dengan demikian maka akhirnya
mereka sampai di satu dataran rendah yang subur yaitu di kawasan Mandailing
Godang yang sekarang. Sejak zaman pra sejarah di kawasan tersebut dan di
berbagai tempat di Mandailing sudah terdapat penduduk pribumi. Hal ini
dibuktikan oleh adanya peninggalan dari zaman pra sejarah berupa lumpang-lumpang batu besar di tengah hutan di sekitar Desa Runding di seberang Sungai Batang
Gadis dan bukti-bukti lainnya di berbagai tempat.
Pada
waktu orang Holing/Koling sampai di kawasan Mandailing Godang (waktu itu kita
tidak tahu nama kawasan ini), maka mereka bertemu dengan penduduk pribumi
setempat. Penamaan orang Holing/Koling (alak
Koling) digunakan untuk menyebutkan orang Hindu yang berasal dari Negeri
Kalingga tersebut dibuat oleh penduduk pribumi. Setibanya di wilayah
Mandailing, orang-orang Holing/Koling tersebut menemukan apa yang mereka cari
yaitu emas. Kita mengetahui melalui sejarah bahwa emas tercatat sebagai salah
satu modal utama dalam berdirinya kerajaan-kerajaan besar dan emas juga
merupakan sumber kemakmuran. Setelah orang-orang Hindu menemukan banyak emas di
kawasan Mandailing yang sekarang ini, mereka kemudian menetap di kawasan
tersebut. Karena orang-orang Holing/Koling menetap di kawasan itu maka
dinamakan Mandala Holing/Koling.
Mandala artinya lingkungan atau kawasan. Mandala Holing/Koling berarti
lingkungan atau kawasan tempat tinggal orang-orang Holing/Koling. Sampai
sekarang kita sering mendengar disebut-sebut adanya Banua Holing/Koling. Tetapi orang-orang tidak mengetahui dimana
tempat yang dinamakan Banua Holing/Koling itu.
Berdasarkan
hipotesis ini kita dapat mengatakan bahwa yang disebut Banua Holing/Koling itu adalah wilayah Mandailing yang dahulu
ditempati oleh orang-orang Holing/Koling. Dengan kata lain Banua Holing/Koling
adalah Mandala Holing/Koling. Berabad-abad kemudian Mandalan Holing/Koling
dikenal sebagai Kerajaan Holing.
Dalam hubungan ini, Slamet Mulyana (1979:59) mengemukakan bahwa hubungan dagang
dan diplomat antara Cina dan Jawa berlangsung mulai dari berdirinya Kerajaan
Holing pada permulaan abad ke-7 sampai runtuhnya Kerajaan Majapahit pada
permulaan abad ke-16. Sejalan dengan keterangan Slamer Mulyana ini, kita dapat
melihat hubungan antara Kerajaan Holing dengan adanya Candi Siwa di Simangambat
yang dibangunkan pada abad ke-8. Dalam hubungan ini dapat pula dikemukan bahwa
dari berbagai catatan sejarah disebut-sebut adanya Kerajaan Kalingga dan Kerajaan
Holing. Tetapi sampai sekarang para ahli sejarah belum menentukan dimana
sebenarnya lokasinya yang pasti. Ada pakar sejarah yang menduga bahwa Kerajaan
Kalingga terletak di Jawa Timur tetapi Kerajaan Holing yang disebut-sebut dalam
catatan Cina tidak diketahui lokasinya yang pasti. Dan dapat pula dipertanyakan
apakah Kerajaan Kalingga adalah yang disebut juga sebagai Kerajaan Holing.
Dengan
argumentasi yang telah dikemukan di atas, kita mengajukan dugaan (hipotesis)
bahwa yang disebut Kerajaan Holing
itu dahulu terletak di wilayah Mandailing yang juga disebut sebagai Kerajaan
Mandala Holing/Koling. Kiranya cukup beralasan untuk menduga bahwa nama
Mandahiling (Mandailing) yang disebut oleh Mpu
Prapanca dalam Kitan Negarakertagama
pada abad ke-14 berasal dari nama Mandalaholing
yang kemudian mengalami perubahan penyebutan menjadi Mandahiling dan akhirnya kini menjadi Mandailing. Untuk membuktikan kebenaran dugaan atau hipotesis ini
tentu masih perlu dilakukan penelitian. Dan ini merupakan tantangan bagi orang Mandailing yang berkedudukan
sebagai pakar sejarah.
Diperkiranya
orang-orang Hindu menetap di Kerajaan Mandalaholing (Kerajaan Holing/Banua
Holing) yang kaya dengan emas berabad-abad lamanya. Yaitu sejak mereka datang
pertama kali pada abad-abad pertama Masehi. Sampai abad ke-13 orang-orang Hindu
masih ada yang menetap di Mandailing yang sekarang ini. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya cukup banyak peninggalan Hindu/Buddha di wilayah
Mandailing. Salah satu diantaranya adalah tiang
batu di Gunung Sorik Merapi yang
bertarikh abad ke-13, dan di kawasan Mandailing
Godang (Pidoli) terdapat lokasi persawahan yang bernama Saba Biara. Yang disebut biara atau vihara adalah tempat orang-orang Hindu-Buddha melakukan kegiatan
keagamaan. Pada waktu penulis berkunjung ke tempat yang bernama Saba Biara itu
beberapa tahun yang lalu, pada jalan masuk ke lokasi tersebut terlihat di 5
(Lima) tempat adanya batu bata yang tersusun dalam lubang tanah yang dalamnya
kurang lebih 2 (dua) meter. Kemungkinan
sekali batu bata yang tersusun itu adalah reruntuhan candi dari zaman dahulu.
Susunan
batu bata tersebut ada yang terletak pada gundukan
tanah. Ketika orang-orang yang pulang dari sawah penulis tanyakan apakan
susunan batu bata seperti yang berada pada gundukan tanah itu ada terdapat di
tengah persawahan, mereka mengatakan bahwa semua pulau-pulau (gundukan tanah)
yang banyak terdapat di tengah persawahan adalah tumpukan atau susunan batu
bata di bawahnya. Oleh karena itu besar sekali kemungkinan bahwa di lokasi yang
bernama Saba Biara di Pidoli adalah
reruntuhan puluhan candi peninggalan kerajaan Hindu/Buddha (Kerajaan
Mandalaholing). Untuk membuktikannya perlu dilakukan eskavasi (penggalian).
Kedua, apabila
melihat dari namanya, Kerajaan Kalingga kemungkinan didirikan oleh sekelompok
orang India yang mengungsi dari sebelah timur India ke Nusantara. Dugaan ini
didasarkan pada laporan tentang penghancuran daerah Kalingga di India Raja
Harsja. Orang Kalingga yang tersisa melarikan diri ke luar negeri.
Berita
Cina yang berasal dari Dinasti T'ang
menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing
berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La
(Kamboja) di sebelah utara, Po-Li
(Bali) sebelah Timur dan To-Po-Teng
di sebelah Barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (Jawa), sehingga berdasarkan berita tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Sementara
J.L. Moens dalam menentukan letak
Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan
perdagangan. Menurutnya, Kerajaan Holing selayaknya terletak di tepi Selat
Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya.
Alasannya, Selat Malaka merupakan
selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat itu.
Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di
Semenajung Malaya yang bernama daerah
Keling.
Kehidupan
politik di Kerajaan Kalingga. "Beratus tahun
yang lalu, bersinar terang emas, penuh kejayaan. kersimaharatulah, ratu Shima, nan
ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di antero nagari nusantara.
Sungguh, meski jargon kesetaraan gender belum jadi wacana saat itu. Namun pamor
ratu Shima memimpin merajaannya muar miasa, Amat dicintai jelata, wong cilik sampai
lingkaran elit kekuasaan. Kebijakannya mewangi kesturi, kembuat gentar para perompak
laut. Alkisah tak ada kerajaan yang berani berhadap muka dengan kerajaan
Kalingga, Apalagi menantang ratu Shima nan nerkasa. bak Srikandi, sang ratu
Panah. Konon, ratu Shima, justru amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wng
cilik juga para pejabat Mahapatih, Patih, Mahamenteri, dan Menteri, Hulubalang,
Jagabaya,Jagatirta, Ulu-Ulu, pun segenap pimpinan divisi kerajaan sampai tukang
istal kuda, alias pengganti tapal kuda, kuda-kuda tunggang kesayangannya, tak ada
yng Berani menentang sabda Pandita ratunya. Sekali
waktu, ratu Shima menguji kesetiaan lingkaran elitnya dengan menukarkan posisi pejabat
penting di lingkungan istana. Namun puluhan pejabat yang digantikan ditempat yang
tak diharap, maupun yang dipensiunkan, tak tda yang mengeluh barang sepatah kata.
Semua bersyukur, kebijakan ratu Shima sebetapapun memojokkannya, dianggap memberi
barokah, titah titisan sang yang Maha Wenang." Demikian sedikit informasi
tentang kehidupan masyarakat semasa kepemimpinan Ratu Shima.
Berita
tentang Ratu Sima yang adil beserta negrinya yang makmur dan rakyatnya yang
jujur telah terdengar sampai ke negeri China dan sampai di telinga Raja Ta-che, sehingga Raja Ta-che penasaran kenapa kerajaan Holing begitu terkenal akan kejujurannya hingga sampai terdengar di China yangg terbilang sangat jauh dari Jawa. Akhirnya Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Holing. Ia pun mengirim utusann ke
Holing untuk membuktikan hal itu. Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh pundi- pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun, pundi-pundi itu berpindah dari tempatnya, tidak satupun orang yang menyentuh pundi-pundi itu.
jujur telah terdengar sampai ke negeri China dan sampai di telinga Raja Ta-che, sehingga Raja Ta-che penasaran kenapa kerajaan Holing begitu terkenal akan kejujurannya hingga sampai terdengar di China yangg terbilang sangat jauh dari Jawa. Akhirnya Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Holing. Ia pun mengirim utusann ke
Holing untuk membuktikan hal itu. Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh pundi- pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun, pundi-pundi itu berpindah dari tempatnya, tidak satupun orang yang menyentuh pundi-pundi itu.
Hingga
sampailah pada suatu hari, Sang Putra Mahkota yaitu anak tertua dari Ratu Shima
berjalan melewati pasar tersebut. Ketika ia berjalan, tak sengaja kakinya
menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang warga melihat kejadian tersebut,
akhirnya ia melaporkan kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut. Setelah
laporan tersebut terdengar oleh Ratu Shima, Ratu Sima langsung memerintahkan
kepada hakim untuk menghukum mati yang tidak lain adalah anaknya
sendiri. Ratu Shima menganggap itu hal itu termasuk dalam kejahatan pencurian. Peraturan
kerajaan-kerajaan bagi pencuri adalah hukuman mati. Karena Ratu Shima
berpendapat bahwa mencuri itu berawal dari menyentuh barang tersebut hingga
timbul keinginan untuk mencuri.
Beberapa
Patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan Ratu Sima. Mereka mengajukan
pembelaan untuk Sang Putra Mahkota kepada Ratu Shima. Pembelaan mereka yaitu,
Sang Putra Mahkota menyenggol pundi-pundi tersebut karena tidak sengaja dengan
kakinya. maka lebih baik cukup kakinya saja yang dipotong, tidak perlu di hukum
mati karena ada unsur ketidaksengajaan.
Setelah
melalui perdebatan yang panjang, Ratu Shima akhirnya menyetujui pembelaan
dari Patih kerajaan. Sang Putra Mahkota pun akhirnya hanya di hukum potong kaki. Utusan Raja Ta-che kembali ke Cina setelah melihat kebenaran tentang aAdilnya Ratu Shima yang mau menghukum anaknya yang telah melakukan kesalahan dan kejujuran rakyat Holing yang benar-benar luar biasa.
dari Patih kerajaan. Sang Putra Mahkota pun akhirnya hanya di hukum potong kaki. Utusan Raja Ta-che kembali ke Cina setelah melihat kebenaran tentang aAdilnya Ratu Shima yang mau menghukum anaknya yang telah melakukan kesalahan dan kejujuran rakyat Holing yang benar-benar luar biasa.
Kerajaan
Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh. Putri dari Ratu Shima yang
dikenal sebagai Putri Parwati menikah dengan putra mahkota Kerajaan Galuh yang
dikenal sebagai Mandiminyak – kemudian menjadi raja kedua di Kerajaan Galuh.
Daerah wilayah kekuasaan Kerajaan Kalingga meliputi 28 wilayah. Menurut Rouffaer, dalam menjalankan
pemerintahannya raja dibantu oleh 32 orang menteri, empat orang duduk di pusat
kerajaan dan 28 orang lainnya berada di daerah-daerah.
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil
dan bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan
mentaati segala keputusan Ratu Shima. Rakyat Holing menganut agama Budha. Hal
itu dapat diketahui dari berita Cina yang ditulis I-Tshing, yang menjelaskan bahwa pada tahun 644 masehi Hwi-Ning seorang pendeta budha dari Cina
datang ke Holing dan menetap selama 3 tahun. Hwi-Ning menterjemahkan salah satu
kitab suci agama Budha Hinayana yang berbahasa Sanksekerta ke dalam bahasa
Cina. Dalam usahanya Hwi-Ning dibantu oleh seorang pendeta kerajaan Holing yang
bernama Jnanabhadra. Hidup rakyat Holing tenteram, karena tidak ada kejahatan
dan kebohongan. Berkat kondisi itu rakyat Holing sangat memperhatikan
pendidikan. Buktinya rakyat Holing sudah mengenal tulisan, selain tulisan
masyarakat. Rakyat dari kerajaan tersebut hidupnya makmur dari hasil bercocok
tanam serta mempunyai sumber air asin. Ilmu perbintangan sudah dikenal dan
dimanfaat dalam bercocok tanam. Kronik
Dinasti Tang memberitakan bahwa daerah yang disebut Holing menghasilkan
kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Penduduk membuat
benteng-benteng dari kayu dan rumah mereka beratap
daun kelapa. Mereka sudah pandai membuat minuman keras dari air bunga
kelapa. Bila makan mereka tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan
menggunakan tangan.
Kehidupan
perekonomian masyarakat Kerajaan Holing
berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan Holing telah mengenal hubungan
perdagangan. Mereka menjalin hubungan perdagangan pada suatu tempat yang
disebut dengan pasar. Pada pasar
itu, mereka mengadakan hubungan perdagangan dengan teratur. kegiatan ekonomi
masyarakat lainnya diantaranya bercocok tanam, menghasilkan kulit penyu, emas,
perak, cula badak dan gading. di Holing ada sumber air asin yang dimanfaatkan
untuk membuat garam. Hidup rakyat Holing tenteram, karena tidak ada kejahatan
dan kebohongan. Namun sistem administrasi kerajaan ini belum diketahui secara
pasti.
Prasasti
peninggalan Kerajaan Holing adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di
Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di
Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf
Pallawa dan berbahasa Sansekerta.
Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti
trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan
lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Menurut
para sejarahwan candi dieng dibangun pada abad ke-7 Masehi. Perintah membangun
candi diberikan oleh Ratu Sima dari Dinasti Sanjaya yang memerintah Kerajaan
Kalingga. Tujuannya sebagai tempat pemujaan. Ratu Sima juga mendirikan beberapa
candi lain di kawasan Dieng, seperti Candi Gatotkaca di bukit Pangonan, Candi
Dwarawati di kaki Gunung Prahu, dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di
Dieng. Candi-candi yang berada di luar kompleks tersebut pada umumnya terletak
menyendiri dan dikelilingi pepohonan.
Hipotesis
runtuhnya Kerajaan Holing. Sepertinya kerajaan ini tidaklah hancur/runtuh
tetapi setelah Ratu Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan
buyutnya dan menjadi raja Kerajaan
Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi
Mataram. Pada tahun 752, Kerajaan Holing menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini
menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu.(*)
~o0o~