Senin, 05 Juli 2010

Revitalisasi Kebudayaan Mandailing


Oleh Drs. Z. Pengaduan Lubis









PENDAHULUAN

Sebagai pendahuluan saya kira ada dua hal yang perlu dijelaskan. Pertama ialah pengertian revitalisasi dalam hubungannya dengan kebudayaan Mandailing. Dan kedua ialah konsep tentang ujud kebudayaan yang ada hubungannya dengan usaha untuk melakukan revitalisasi tersebut. Kedua hal tersebut perlu lebih dahulu dibicarakan karena keduanya merupakan titik tolak dari berbagai hal lainnya yang akan dicoba dibicarakan nanti.

Seperti yang sudah diketahui revitalisasi berarti menghidupkan kembali. Apakah kebudayaan Mandailing sudah mati maka perlu direvitalisasi? Kebudayaan Mandailing memang belum mati sama sekali. Tetapi karena masyarakat Mandailing dilanda oleh berbagai perubahan belakangan ini, yaitu sejak masa pendudukan Jepang sampai sekarang, maka kebudayaan Mandailing sudah banyak sekali mengalami erosi karena diabaikan oleh warga masyarakat pendukungnya. Pada masa ini sebagian besar orang Mandailing yang lahir pada tahun 1940-an tidak banyak yang mengenal sepenuhnya kebudayaan Mandailing. Dan generasi keturunan mereka sekarang ini lebih tidak mengenal lagi kebudayaan Mandailing. Dan dari kedua generasi tersebut ternyata pula tidak banyak yang sungguh-sungguh memperdulikan kebudayaan Mandailing dan kondisinya yang terus menerusi mengalami erosi.

Dalam keadaan yang demikian itu, banyak di antara bagian-bagian yang penting dari kebudayaan Mandailing yang sudah hampir punah sama sekali. Misalnya beberapa ragam bahasa Mandailing yang dinamakan hata andung, hata sibaso, hata parkapur dan hata teas dohot jampolak. Yang masih hidup dan terus dipergunakan oleh orang Mandailing sampai saat ini ialah hata somal, yaitu ragam bahasa Mandailing yang dipergunakan sehari-hari. Banyak bagian dari kesenian Mandailing yang juga sudah punah seperti misalnya repertoir musik tradisional Mandailing seperti Gordang Sambilan dan Gondang Dua (tunggu-tunggu dua). Demikian juga sastra lisan dan seni kerajinan Mandailing. Kalau kehilangan yang demikian terus kita biarkan saja terjadi, maka dalam jangka waktu yang relatif tidak lama maka kekayaan kebudayaan Mandailing akan punah sama sekali. Oleh karena itu, disaat kita akan memasuki abad baru sekarang ini kita sudah perlu sekali merevitalisasi kebudayaan Mandailing.

Tentu saja revitalisasi yang perlu kita lakukan bukan dalam pengertian sempit dan kaku, yaitu menghidupkan kembali kebudayaan Mandailing dalam keadaannya seperti pada masa dahulu kala. Pada bagian-bagian tertentu revitalisasi itu harus kita lakukan dengan modifikasi sehingga pada yang kita revitalisasi itu relevan dengan kemajuan zaman yang sudah banyak mengalami perubahan. Malahan melalui revitalisasi itu diusahakan agar hasilnya memberi nilai tambah secara ekonomis bagi warga masyarakat Mandailing. Misalnya revitalisasi yang dilakukan terhadap seni kerajinan Mandailing harus dilakukan sedemikian rupa sehingga hasilnya berupa barang-barang kerajinan diminati oleh pasar tempatan maupun pasar internasional. Dalam membicarakan revitalisasi kebudayaan Mandailing kiranya perlu kita ketahui keadaan perujudan kebudayaan agar jelas bagi kita ujud yang mana dari kebudayaan itu yang perlu kita revitalisasi.

Menurut teori antropologi perujudan kebudayaan ada tiga macam. Satu, perujudan kebudayaan yang abstrak yang disebut sebagai sistem nilai budaya atau yang kita kenal sebagai adat istiadat. Dalam ujud kebudayaan yang demikian itulah berada kaidah-kaidah, norma-norma dan segala macam aturan yang dijadikan sebagai panutan oleh warga masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan dalam menjalani kehidupan mereka dalam bermasyarakat dan dalam menciptakan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup mereka. Kedua, perujudan kebudayaan yang berupa perilaku warga masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan dalam bergaul atau berinteraksi. Ketiga, perujudan kebudayaan yang bersifat kebendaan (fisik/material) yang diciptakan oleh warga masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan untuk memenuhi keperluan hidup mereka. Ujud kebudayaan yang demikian ini disebut kebudayaan fisik atau kebudayaan material.


UJUD KEBUDAYAAN MANDAILING YANG MANA PERLU DIREVITALISASI

Setelah kita mengetahui tiga macam ujud kebudayaan seperti yang dikemukakan di atas, maka kita dapat memilih ujud kebudayaan Mandailing yang mana yang diprioritaskan untuk direvitalisasi. Kalau kita hendak menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Mandailing, tentu yang kita prioritaskan untuk direvitalisasi ialah ujud kebudayaan Mandailing yang berupa sistem nilai budaya atau adat istiadat Mandailing. Dan kalau kita hendak menghidupkan kembali hasil kebudayaan Mandailing yang bersifat material, maka yang kita prioritaskan untuk direvitalisasi ialah kebudayaan material atau kebudayaan fisik Mandailing. Di dalamnya termasuk seni kerajinan yang punya kemungkinan untuk memberi penghasilan secara ekonomis bagi warga masyarakat Mandailing kalau direvitalisasi dengan cara yang telah dikemukakan terdahulu. Artinya hasil seni kerajinan Mandailing berupa barang anyaman tradisional, barang tenunan tradisional, ukir-ukiran tradisional, alat musik tradisional, miniatur bangun-bangunan tradisional dan sebagainya diciptakan kembali untuk dijual di pasar lokal maupun di pasar internasional sebagai barang kesenian tradisional Mandailing atau pun sebagai barang souvenir yang benilai seni tradisional Mandailing.

Kalau kita memprioritaskan untuk merevitalisasi kedua macam ujud kebudayaan tersebut sekaligus, yaitu sistem nilai budaya dan kebudayaan material Mandailing, saya kira dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama kita akan dapat melihat kembali ujud kebudayaan Mandailing yang hidup secara nyata di tengah masyarakat dan juga keuntungan secara ekonomis dapat kita raih sekaligus.


PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODERN

Kalau kita merevitalisasi kebudayaan material Mandailing macam barang-barang seni kerajinan Mandailing yang dapat diciptakan kembali. Dan barang-barang seni kerajinan Mandailing cukup eksotik sehingga punya prospek yang sangat baik untuk laku di pasaran domestik, apa lagi di pasar internasional.Untuk pemasarannya ke dunia internasional kita dapat memanfaatkan teknologi komputer untuk menawarkannya. Dalam hubungan ini fasilitas web site yang berbasis di Amerika Serikat sudah tersedia. Yaitu sebuah laman web site tentang kebudayaan Mandailing yang telah disediakan oleh Abdur Razzaq Lubis di Penang. Beliau adalah wakil rasmi Badan Warisan Sumatra di Malaysia dan bekerja sama dengan Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing (YAPEBUMA) yang sudah berdiri sejak 14 tahun yang lalu. Fasilitas web site tersebut dapat kami sediakan untuk mempromosikan benda-benda kesenian dan barang-barang kerajinan Mandailing ke dunia internasional. Artinya fasilitas yang ada dapat kita gunakan untuk mendukung revitalisasi kebudayaan Mandailing.


PUSAT REVITALISASI KEBUDAYAAN MANDAILING

Sebenarnya gagasan untuk mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing sudah muncul 14 tahun yang lalu ketika kami mendirikan Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing (YAPEBUMA) dengan mengumpulkan kurang lebih 90 orang mahasiswa Mandailing dan didukung oleh beberapa orang donator yang benar-benar mencintai kebudayaan Mandailing dan ingin mengangkatnya kembali ke permukaan dengan berbagai cara.Untuk mendukung berdirinya Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing, YAPEBUMA sudah membeli dua hektar tanah yang terletak di perbatasan antara kawasan Mandailing Julu dan kawasan Mandailing Godang. Lokasi tersebut sengaja kami pilih, agar kalau sudah berdiri Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing yang dicita-citakan itu tidak akan menimbulkan persoalan di antara masyarakat Mandailing di kedua kawasan tersebut. Karena kami ingin agar Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dirasakan sebagai kepunyaan bersama oleh orang-orang Mandailing Julu dan Mandailing Godang mau pun orang-orang Mandailing di kawasan Batang Natal.

Tapi sayang sekali, selama 14 tahun ini ternyata masih belum terbuka jalan untuk mengujudkan cita-cita kami mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah lama kami sediakan itu. Kendala utama yang menjadi penghalang ialah ketiadaan dana yang diperlukan. Selama ini kelihatannya warga masyarakat Mandailing boleh dikatakan masih belum menyadari urgensinya merevitalisasi kebudayaan Mandailing yang sudah cukup lama dan cukup banyak mengalami erosi. Oleh karena itu, warga masyarakat Mandailing masih enggan menyumbangkan dana untuk keperluan membangun satu Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing. Sebenarnya sudah urgen sekali keadaannya untuk segera mendirikan Pusat Revitalisasi Mandailing, terutama karena gelombang globalisasi yang makin kuat melanda kita akan mempercepat terjadinya erosi terhadap kebudayaan Mandailing. Dan kalau kebudayaan Mandailing terkikis habis oleh gelombang globalisasi itu nanti, berarti terkikis habislah identitas kita semua sebagai orang Mandailing.

Dalam hal ini, para pakar pengkaji masa depan, banyak yang sependapat bahwa hanya masyarakat yang berusaha keras mempertahankan kebudayaannya yang berakar pada tradisi yang akan dapat bertahan di masa depan dalam menghadapi gelombang pengaruh globalisasi yang kini sudah mulai datang melanda segala-galanya di seluruh dunia. Gelombang globalisasi itu mengancam keselamatan masyarakat yang tidak bisa lagi bertahan karena tidak mempunyai kekuataan Kultural atau kekuatan budaya yang berakar pada tradisi.

Barangkali, insya-Allah sekaranglah waktunya, pada akhir abad ke 20 ini akan dapat diujudkan cita-cita untuk mendirikan pusat revitalisasi kebudayaan Mandailing itu, jika warga masyarakat Mandailing secara bergendengan tangan dengan Pemda (pemerintah daerah) Madina (Mandailing-Natal) bersedia memberikan segala bantuan yang diperlukan untuk itu. Yaitu setelah dikemukakan berbagai hal mengenai cita-cita untuk mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dalam forum seminar yang terhormat ini untuk diketahui secara luas oleh warga masyarakat Mandailing, terutama para cendekiawan dan hartawan Mandailing.

Jika Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing itu sudah berhasil kita bangun, dia akan menjadi milik bersama semua warga masyarakat Mandailing. Dan akan kita gunakan untuk kepentingan seluruh warga masyarakat Mandailing, baik yang berada di Tano Rura Mandailing negeri asal kita, maupun yang berada di wilayah Pasaman, atau di negeri perantauan dalam negeri dan juga yang berada di Malaysia dan tempat-tempat lain di seluruh dunia.Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut akan kita pergunakan dengan baik untuk menghidupkan kembali kebudayaan Mandailing dengan pengertian seperti yang telah diuraikan terdahulu. Terutama dengan melakukan berbagai pelatihan, lokakarya maupun cara-cara dan metode yang lainnya. Mereka yang sudah memperoleh keahlian dan ketrampilan di pusat revitalisasi tersebut akan disebar ke seluruh wilayah Mandailing dan ke tempat-tempat lain di mana mereka bisa mengembangkan kegiatan untuk menghidupkan kembali kebudayaan Mandailing. Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut akan kita jadikan sebagai Community Base Resource Management yang berfungsi sebagai tempat untuk mengelola berbagai sumber daya yang dapat memberi manfaat yang konkrit bagi warga masyarakat Mandailing. Untuk pengembangan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut kita akan mencari jalan untuk mendapat dukungan dan kerja sama dengan berbagai fihak, termasuk fihak luar negeri yang tertarik dengan usaha-usaha untuk pembinaan kebudayaan tradisional. Dalam hal ini kita akan tetap mempertahankan sikap dan prinsip yang independen dan non-politis.

Sebagai langkah pertama yang konkrit untuk memulia pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing, kami dari pengurus Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing (YAPEBUMA) menyatakan dengan ikhlas bahwa tanah seluas dua hektar milik YAPEBUMA, yang terletak di pinggir jalan raya lintas Sumatera antara desa Maga dan Laru di tengah lingkungan alam yang indah pemandangannnya dan segar udaranya dapat kami serahkan sebagai hibah untuk tempat pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing. Dan kami para pengurus YAPEBUMA menyediakan diri untuk mengelola segala kegiatan yang dilakukan di Pusat Revitalisasi Kebudayaan tersebut apabila sudah selesai dibangun. Berbagai hal atau sarat-sarat yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya keadaan yang tidak diinginkan terhadap proyek tersebut, kami dari pihak pengurus YAPEBUMA senantiasa bersedia merundingkan atau membicarakannya dengan pihak-pihak yang akan ikut serta mendukung pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut.
Melalui kesempatan ini kami menyampaikan harapan dan himbauan agar seluruh warga masyarakat Mandailing yang mampu dan Pemda Kabupaten Madina bersedia dengan suka rela menyumbangkan dana yang kita perlukan untuk membangun Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah kami sebutkan tadi.Untuk menjamin kelancaran kegiatan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut secara berkesinambungan tentu diperlukan sumber dana yang tetap. Dalam hal ini kami menyarankan agar para pengusaha warga Mandailing secara bergotong-royong menyediakan satu sumber dana berupa sebidang kebun karet atau sesuatu yang lain yang hasilnya secara berkesinambungan dapat dipergunakan untuk biaya yang diperlukan oleh Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut. Kalau kegiatan dalam proyek tersebut sudah dapat menghasilkan produksi yang dapat dijual ke pasaran, hasilnya akan digunakan sepenuhnya untuk membiayai proyek tersebut.

Kami yakin, kalau Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dapat kita dirikan, maka proyek tersebut akan merupakan suatu karya masyarakat Mandailing yang monumental yang tercatat dalam sejarah Mandailing sejak awal abad ke-21 yang tak lama lagi akan kita masuki. Dan insya-Allah dengan adanya Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing yang dapat kita banggakan sebagai identitas kita akan muncul kembali ke tengah masyarakat pada abad ke-21 dan seterusnya. Dan tidak mustahil Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut nanti akan dijadikan model (contoh) oleh kelompok-kelompok etnis lainnya di Sumatera Utara yang ingin mendirikan pusat revitalisasi kebudayaan masing-masing.

Sebagai tambahan dapat kami kemukakan bahwa dalam suatu kesempatan berdialog dengan Bapak Bupati Madina pada bulan Juli yang lalu, kami sudah memberanikan diri memohon kepada beliau agar Kotanopan yang tidak terpilih sebagai ibukota Kabupaten Madina diberi kesempatan untuk jadi pusat pendidikan dan kebudayaan masyarakat Mandailing.

Permohonan tersebut kami dasarkan kepada kenyataan bahwa pada masa yang lalu Kotanopan memang sudah dikenal sebagai pusat pendidikan di wilayah Mandailing. Pada masa penjajahan pemerintah Belanda sendiri sudah memilih Kotanopan sebagai tempat mendirikan HIS. Dan kenyataan menunjukkan bahwa di berbagai tempat di sekitar Kotanopan sampai saat ini masih cukup banyak terdapat peninggalan kebudayaan tradisional Mandailing terutama yang berupa bangunan-bangunan tradisional yang asli.

Ketika permohonan tersebut kami sampai kepada Bapak Bupati, Insya-Allah dengan spontan beliau pada prinsipnya menyetujuinya. Dalam hubungan ini, kalau kita mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah kami sebutkan tadi, maka proyek tersebut secara kongkrit akan menjadi awal dari terbentuknya pusat pendidikan dan kebudayaan yang telah kami sebutkan tadi. Dan ini semua adalah milik bersama dan untuk kepentingan bersama seluruh warga masyarakat Mandailing. Dengan demikian maka dapat diibaratkan bahwa Panyabungan adalah Jakartanya Madina dan Kotanopan akan menjadi Yogjakartanya. (*)


Sumber: http://www.mandailing.org/ind/rencana21.html